[Timeline : hari pertama masuk sekolah kelas xii, ½ 5 sore]
Gemerisik dedaunan diterpa angin khas pergantian musim—terdengar sunyi dan sepi. Langit lembayung yang hampir mencapai pelatarannya menimbulkan siluet panjang bayangan benda-benda yang ada di permukaan bumi. Gaung suara-suara dari kejauhan tampak sayup-sayup seolah-olah tidak ada sama sekali. Raga itu kembali dalam diam—kesendirian yang semu. Manik hitamnya terpaku pada hamparan permadani lembayung di atasnya. Satu—hanya satu yang ada di pikirannya saat ini. Masa depan.
Sekelebat memori yang terus menghinggapi pikirannya seakan tidak akan pernah berhenti. Memori yang sangat membekas di hati seorang Nisrina Adisti Karina. Mungkin hanya dirinya yang masih mengingat semua itu. Mungkin hanya dirinya yang masih tenggelam dalam masa lalu. Mungkin hanya dirinya yang masih membawa kepingan janji itu. Tapi tidak apa. Justru itulah yang membuatnya bisa berdiri hingga saat ini—membuatnya terus mengejar masa depan yang menurut sebagian besar orang sangat menentukan jalan hidup seseorang. Masa depannya adalah masa depan orang itu.
Helaan napas pelan terdengar darinya. Dari sinilah ia akan memulai rintangan terbesar yang akan membawanya ke masa depan. Bayangan masa depan begitu mengerikan di benaknya sampai hari ini. Tidak ada yang tahu perihal masa depan, kecuali Sang Pengatur Waktu. Sekeras apapun usaha yang dilakukannya nanti, akan tetapi jika Dia tidak mengizinkan—siapa yang tahu?
Dan ketika pada akhirnya sang gadis berbalik badan dan mulai melangkahkan kedua kakinya, sesuatu itu terjadi. Genangan air yang entah dari mana asalnya—terinjak olehnya. Tak bisa dipungkiri lagi kalau—
BRUK!!!
Sakit.
Kepalanya terasa sangat sakit akibat benturan hebat di lantai. Kedua tangannya mengelus-ngelus kepala guna mengurangi rasa sakit yang menderanya—nihil. Genangan air itu sedikit membasahi bajunya. Tsk. Bagaimana ia bisa pulang dalam kondisi seperti ini, eh? Manik hitam yang terpancang dalam kedua bola matanya tak sengaja memperhatikan siluet yang terpantul pada sang genangan air. Eh? Siapa yang—
“GYAAAA!!!”
Si—si—si—siapa—bayangan siapa ya—yang—
Gestur kepalanya berputar ke arah sekitarnya, sementara kedua alisnya berkedut hampir menyatu. Tidak ada tanda-tanda seorang lain pun yang datang—tentu saja. Walau bagaimanapun juga, ini sudah kelewat sore. Semuanya sudah pulang. Sosok wanita muda yang mirip sekali dengan dirinya. Gadis tujuh belas tahun itu mematung. Nampaknya kepalanya semakin sakit manakala melihat bangunan sekolah yang terlihat jauh berbeda dibanding dengan yang dilihatnya sebelum terjatuh. Ini—ini jelas aneh. Bangunan sekolah yang jauh sangat modern, bayangan dirinya...
((ooc : ceritanya pergi ke masa depan sekitar umur 23 tahun
ooc 2 : deskripsi ke masa depannya terserah, boleh jatuh juga atau yang lain (sekreatif mungkin)
ooc 3 : postingannya pendek juga gapapa ko~ :3
ooc 4 : pake nama sendiri yah, tapi pake sudut pandang orang ketiga :3
ooc 5 : tempatnya di depan kelas IPA 7))
Gemerisik dedaunan diterpa angin khas pergantian musim—terdengar sunyi dan sepi. Langit lembayung yang hampir mencapai pelatarannya menimbulkan siluet panjang bayangan benda-benda yang ada di permukaan bumi. Gaung suara-suara dari kejauhan tampak sayup-sayup seolah-olah tidak ada sama sekali. Raga itu kembali dalam diam—kesendirian yang semu. Manik hitamnya terpaku pada hamparan permadani lembayung di atasnya. Satu—hanya satu yang ada di pikirannya saat ini. Masa depan.
Sekelebat memori yang terus menghinggapi pikirannya seakan tidak akan pernah berhenti. Memori yang sangat membekas di hati seorang Nisrina Adisti Karina. Mungkin hanya dirinya yang masih mengingat semua itu. Mungkin hanya dirinya yang masih tenggelam dalam masa lalu. Mungkin hanya dirinya yang masih membawa kepingan janji itu. Tapi tidak apa. Justru itulah yang membuatnya bisa berdiri hingga saat ini—membuatnya terus mengejar masa depan yang menurut sebagian besar orang sangat menentukan jalan hidup seseorang. Masa depannya adalah masa depan orang itu.
Helaan napas pelan terdengar darinya. Dari sinilah ia akan memulai rintangan terbesar yang akan membawanya ke masa depan. Bayangan masa depan begitu mengerikan di benaknya sampai hari ini. Tidak ada yang tahu perihal masa depan, kecuali Sang Pengatur Waktu. Sekeras apapun usaha yang dilakukannya nanti, akan tetapi jika Dia tidak mengizinkan—siapa yang tahu?
Dan ketika pada akhirnya sang gadis berbalik badan dan mulai melangkahkan kedua kakinya, sesuatu itu terjadi. Genangan air yang entah dari mana asalnya—terinjak olehnya. Tak bisa dipungkiri lagi kalau—
BRUK!!!
—ia terpeleset jatuh.
Sakit.
Kepalanya terasa sangat sakit akibat benturan hebat di lantai. Kedua tangannya mengelus-ngelus kepala guna mengurangi rasa sakit yang menderanya—nihil. Genangan air itu sedikit membasahi bajunya. Tsk. Bagaimana ia bisa pulang dalam kondisi seperti ini, eh? Manik hitam yang terpancang dalam kedua bola matanya tak sengaja memperhatikan siluet yang terpantul pada sang genangan air. Eh? Siapa yang—
“GYAAAA!!!”
Si—si—si—siapa—bayangan siapa ya—yang—
Gestur kepalanya berputar ke arah sekitarnya, sementara kedua alisnya berkedut hampir menyatu. Tidak ada tanda-tanda seorang lain pun yang datang—tentu saja. Walau bagaimanapun juga, ini sudah kelewat sore. Semuanya sudah pulang. Sosok wanita muda yang mirip sekali dengan dirinya. Gadis tujuh belas tahun itu mematung. Nampaknya kepalanya semakin sakit manakala melihat bangunan sekolah yang terlihat jauh berbeda dibanding dengan yang dilihatnya sebelum terjatuh. Ini—ini jelas aneh. Bangunan sekolah yang jauh sangat modern, bayangan dirinya...
Apa ini masa depan?
((ooc : ceritanya pergi ke masa depan sekitar umur 23 tahun
ooc 2 : deskripsi ke masa depannya terserah, boleh jatuh juga atau yang lain (sekreatif mungkin)
ooc 3 : postingannya pendek juga gapapa ko~ :3
ooc 4 : pake nama sendiri yah, tapi pake sudut pandang orang ketiga :3
ooc 5 : tempatnya di depan kelas IPA 7))